Perbedaan PKP dan Non PKP

Perbedaan PKP dan Non PKP bisa berdampak besar pada bisnis Anda. Simak penjelasan lengkap seputar kewajiban pajak dan keuntungannya di sini.

Memahami perbedaan PKP dan Non PKP sangat penting bagi pelaku usaha di Indonesia. Kenapa? Karena status ini akan memengaruhi cara bisnis Anda dikenai pajak, bertransaksi, bahkan membuka peluang usaha baru. Nah, kalau kamu baru merintis usaha atau lagi mempertimbangkan untuk naik level, yuk kita bahas secara tuntas apa saja perbedaan antara keduanya!

Perbedaan PKP dan Non PKP yang Wajib Diketahui

PKP adalah singkatan dari Pengusaha Kena Pajak, sedangkan non-PKP adalah pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP. Perbedaan utamanya terletak pada kewajiban memungut dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Berdasarkan peraturan terkini, pengusaha dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun tidak diwajibkan menjadi PKP. Tapi kalau omzet sudah melampaui batas ini, maka status PKP menjadi wajib. Nah, walaupun belum mencapai angka itu, pengusaha kecil juga boleh kok secara sukarela mendaftar sebagai PKP.

Misalnya, kamu punya toko pakaian online dan omzet tahun lalu sekitar Rp3 miliar. Kamu masih tergolong non-PKP. Tapi kalau tahun ini naik jadi Rp5 miliar, kamu harus mengurus pengukuhan PKP ke Kantor Pajak setempat.

Perbedaan Kewajiban PKP dan Non PKP

Kewajiban perpajakan antara PKP dan non-PKP jelas berbeda. Ini dia penjabaran lengkapnya:

Kewajiban PKP

  • Pemungutan PPN: PKP wajib mengenakan PPN sebesar 11% dari setiap penjualan barang atau jasa kena pajak. Misalnya kamu jual kursi kantor seharga Rp1.000.000, maka kamu harus memungut tambahan PPN sebesar Rp110.000 dari pembeli.
  • Penyetoran PPN: Setelah memungut, PKP wajib menyetorkan PPN ke kas negara setiap bulan melalui e-Billing dan DJP Online.
  • Pelaporan PPN: PKP harus membuat laporan SPT Masa PPN setiap bulan. Ini berisi ringkasan transaksi penjualan dan pembelian yang dikenai PPN. Semua harus terdata dan dilaporkan sesuai jadwal.

Kegiatan ini memang menambah beban administrasi, tapi juga menunjukkan profesionalisme usaha kamu.

Kewajiban Non PKP: Simpel, Tapi Terbatas

  • Pajak Penghasilan Final: Non-PKP tidak perlu memungut PPN. Namun, mereka tetap harus membayar PPh Final—biasanya 0,5% dari omzet bruto, jika mengikuti skema PP 55 Tahun 2022.
  • Tidak Ada Kewajiban Faktur Pajak: Non-PKP tidak bisa menerbitkan faktur pajak. Ini jadi tantangan kalau pembeli bisnis kamu adalah PKP, karena mereka butuh faktur pajak untuk pengkreditan PPN.
  • Pelaporan Lebih Ringan: Non-PKP cukup melaporkan SPT Tahunan saja dan tidak perlu repot menyusun SPT bulanan terkait PPN.

Misalnya kamu punya bisnis fotokopi kecil, dan omzet belum sampai Rp300 juta setahun. Kamu cukup bayar PPh Final 0,5% tiap bulan dari omzet dan tidak perlu repot urus SPT Masa PPN.

Keuntungan PKP Dibandingkan Non-PKP

Meskipun punya lebih banyak kewajiban, status PKP juga membawa sejumlah keuntungan strategis yang sangat bernilai. Apa saja?

1. Akses Pasar Lebih Luas

Dengan status PKP, usaha kamu jadi lebih dipercaya. Banyak perusahaan besar, instansi pemerintah, hingga BUMN hanya mau kerja sama dengan vendor yang bisa menerbitkan faktur pajak. Artinya, jadi PKP membuka pintu ke pasar yang lebih profesional.

Contoh nyata: sebuah supplier alat berat hanya menerima vendor PKP karena mereka butuh faktur pajak untuk pencatatan akuntansi dan perpajakan. Kalau kamu non-PKP, kesempatan kerja sama itu bisa lepas begitu saja.

2. Bisa Ikut Tender Pemerintah dan BUMN

Hampir semua proses tender pemerintah mensyaratkan peserta adalah PKP. Nah, kalau kamu ingin ambil proyek besar—misalnya pembangunan kantor kelurahan atau suplai makanan ke rumah sakit daerah—status PKP adalah syarat mutlak.

Banyak UMKM yang akhirnya memilih mengurus PKP karena ingin memperluas peluang usaha lewat tender.

3. Pengembalian (Restitusi) PPN

Salah satu keuntungan utama PKP adalah hak untuk mengkreditkan PPN Masukan atas pembelian bahan baku atau jasa. Bahkan, kalau PPN lebih bayar, kamu bisa mengajukan pengembalian (restitusi) dari negara.

Misalnya kamu beli mesin produksi seharga Rp100 juta + PPN 11 juta. PPN ini bisa kamu klaim untuk mengurangi kewajiban PPN penjualan bulan itu. Kalau lebih bayar, negara bisa kembalikan dalam bentuk restitusi (dengan proses verifikasi tertentu).

4. Transparansi dan Kepatuhan Lebih Terjaga

PKP biasanya lebih disiplin dalam urusan pembukuan. Karena harus bikin laporan pajak rutin, kamu akan terbiasa mencatat transaksi dengan rapi. Hal ini bisa bantu kamu menghindari pemeriksaan atau denda di masa depan.

Bahkan jika suatu saat ingin pinjam modal dari bank, laporan pajak yang rapi bisa jadi nilai tambah.

Baca Juga : Bayar Pajak Motor Online dengan Aplikasi SIGNAL