Perbedaan Usage dan Folkways

Perbedaan Usage dan Folkways yang Harus Kamu Tahu agar Nggak Salah Gaul di Masyarakat. Yuk pahami perannya dalam kehidupan sosial!

Pernah nggak sih kamu ditegur gara-gara makan sambil ngomong? Atau dilihatin orang karena nggak menyapa tetangga saat papasan? Nah, itu semua ada hubungannya dengan norma sosial yang berlaku di masyarakat, lho. Dalam kehidupan sehari-hari, kita memang nggak bisa lepas dari aturan-aturan tak tertulis yang mengatur sikap dan perilaku. Dua di antaranya adalah usage dan folkways. Tapi apa sih sebenarnya perbedaan usage dan folkways itu?

Usage dalam Norma Sosial

Usage atau dalam bahasa Indonesia sering disebut tata cara, adalah jenis norma yang paling ringan tingkat sanksinya. Biasanya, usage berkaitan dengan sopan santun atau etiket dalam situasi sehari-hari. Contohnya banyak banget, seperti:

  • Mengucapkan "permisi" saat mau lewat di depan orang lain
  • Menggunakan tangan kanan saat memberi sesuatu
  • Mengetuk pintu sebelum masuk ke ruangan orang

Kalau kamu melanggar norma usage, biasanya sih nggak langsung dapat hukuman keras. Tapi kamu bisa dicap sebagai orang yang kurang sopan atau kurang ajar. Cuma sebatas sindiran atau omongan tetangga aja. Meski begitu, dampaknya bisa berantai, lho! Bisa-bisa kamu dijauhi karena dianggap nggak tahu etika.

Karena itu, penting banget buat kita membiasakan diri dengan usage yang berlaku di lingkungan sekitar. Misalnya, di daerah Jawa ada tata cara sopan tertentu seperti menunduk saat melewati orang tua. Sementara di daerah Batak, mungkin punya bentuk penghormatan yang berbeda. Jadi, kenali adat tempat kamu tinggal, ya!

Menariknya, usage bisa berubah seiring waktu. Contohnya, dulu orang tua sangat melarang anak makan sambil nonton TV, tapi sekarang, dengan gaya hidup yang dinamis, banyak keluarga yang justru makan bersama sambil menonton berita malam. Nah, perubahan ini menunjukkan bahwa usage sangat fleksibel dan menyesuaikan zaman.

Folkways

Folkways adalah kebiasaan yang diterima dan diduplikasi oleh masyarakat. Bisa dibilang, folkways adalah next level-nya usage. Kalau usage lebih ke tata cara, maka folkways adalah kebiasaan baik yang dianggap wajib diikuti. Contohnya seperti:

  • Mengucapkan salam atau menyapa saat bertemu orang
  • Mengantre dengan tertib di tempat umum
  • Membuang sampah pada tempatnya
  • Mengenakan pakaian rapi saat pergi ke acara formal

Kalau kamu melanggar folkways, sanksinya bisa lebih terasa. Kamu bisa langsung ditegur, disindir, bahkan jadi bahan omongan. Soalnya, masyarakat sudah menganggap kebiasaan itu sebagai sesuatu yang semestinya dilakukan oleh semua orang.

Misalnya, kamu tinggal di kompleks perumahan yang punya kebiasaan gotong royong setiap minggu. Kalau kamu sering absen tanpa alasan, tetangga bisa mulai mempertanyakan rasa pedulimu terhadap lingkungan. Lama-lama, kamu bisa dijauhi atau bahkan tidak diikutsertakan lagi dalam kegiatan warga. Duh, jangan sampai, ya!

Folkways juga sering diwariskan dari generasi ke generasi. Contohnya, di masyarakat Minangkabau, ada kebiasaan menyambut tamu dengan makanan khas. Meski bukan aturan tertulis, kalau hal ini dilanggar bisa dianggap sebagai bentuk tidak menghargai tamu. Artinya, folkways punya kekuatan sosial yang besar meskipun tak ada hukum tertulis yang mengatur.

Uniknya, folkways bisa berbeda-beda di tiap daerah. Di kota besar seperti Jakarta, mungkin sudah biasa orang tidak menyapa tetangga karena kesibukan. Tapi di desa-desa, tidak menyapa tetangga bisa dianggap tidak punya tata krama. Jadi, peka terhadap lingkungan sekitar adalah kunci agar kita bisa menyesuaikan diri dengan baik.

Perbedaan Utama Antara Usage dan Folkways

Kehidupan sosial nggak bisa lepas dari norma. Bayangin aja kalau semua orang bebas bersikap tanpa peduli aturan yang berlaku. Bisa-bisa, lingkungan jadi kacau dan nggak nyaman ditinggali. Nah, di sinilah pentingnya paham soal usage dan folkways.

Dengan mematuhi usage, kita bisa menjaga hubungan baik dan menunjukkan sopan santun. Sementara dengan mengikuti folkways, kita ikut menjaga harmoni dan keteraturan dalam masyarakat. Norma-norma ini adalah pondasi kehidupan sosial yang sehat.

Terlebih buat anak-anak muda zaman sekarang yang sering disebut “generasi digital”. Jangan sampai nilai-nilai sosial yang baik luntur gara-gara terlalu sibuk main gadget atau nongkrong di dunia maya. Justru generasi muda harus jadi garda depan dalam menjaga budaya sopan santun dan kebiasaan baik di masyarakat.

Kalau kamu ingin jadi pribadi yang disukai dan dihargai di lingkunganmu, yuk mulai sekarang perhatikan norma-norma kecil yang mungkin selama ini kamu anggap sepele. Dengan begitu, kamu bukan cuma jadi warga yang baik, tapi juga agen perubahan sosial yang positif!

Dhea Safitri Saya Dhea Safitri lahir di Surakarta, 24 November 1998. Pendidikan terakhir saya SMK jurusan tata busana. Saya seorang ibu rumah tangga yang memiliki 1 anak berusia 2 tahun.