Perbedaan Desa dan Kelurahan yang Jarang Diketahui

Perbedaan Penting Desa dan Kelurahan yang Jarang Diketahui – Pelajari pengertian, pemimpin, sistem pemerintahan, dan gaji pengurus desa dan kelurahan secara mendalam dan menyenangkan.

Sering kali kita menyamakan antara desa dan kelurahan. Maklum saja, keduanya sama-sama berada di bawah kecamatan dan menjadi bagian dari struktur pemerintahan paling bawah. Tapi, tahukah kamu bahwa sebenarnya ada perbedaan yang cukup signifikan antara desa dan kelurahan? Yuk, kita bahas tuntas empat perbedaan utama yang bikin desa dan kelurahan itu nggak bisa disamakan begitu saja.

1. Pengertian Desa dan Kelurahan 

Kalau kita mengacu pada KBBI VI Daring, pengertian desa adalah "kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri." Sementara itu, kelurahan adalah "daerah pemerintahan yang paling bawah yang dipimpin oleh seorang lurah."

Sederhananya, desa itu seperti miniatur negara kecil yang bisa mengatur dirinya sendiri. Mereka punya aturan adat, musyawarah desa, bahkan sumber pendapatan sendiri. Contohnya, Desa Wisata Nglanggeran di Gunung Kidul yang bisa mengelola kawasan wisatanya sendiri.

Berbeda dengan desa, kelurahan itu lebih seperti kantor cabang pemerintah yang tugasnya menjalankan kebijakan dari atas. Misalnya, Kelurahan Menteng di Jakarta yang punya banyak program hasil dari koordinasi langsung dengan kecamatan dan wali kota.

2. Pemimpin Desa dan Kelurahan

Dalam desa, pemimpin utamanya adalah Kepala Desa. Mereka dipilih langsung oleh masyarakat lewat pemilihan kepala desa (pilkades) setiap enam tahun sekali. Jadi, rakyat punya suara dalam memilih siapa yang akan memimpin mereka. Kepala desa biasanya sangat dekat dengan warganya karena mereka memang hasil pilihan langsung dari masyarakat.

Berbeda dengan itu, Lurah adalah pemimpin kelurahan yang ditunjuk oleh bupati atau wali kota berdasarkan usulan dari camat. Artinya, warga tidak bisa memilih langsung lurah mereka. Lurah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjalankan tugas berdasarkan arahan atasan.

Perbedaan ini membuat kepala desa punya kekuasaan yang lebih luas dalam mengambil keputusan karena ia dipilih oleh rakyat dan bertanggung jawab kepada masyarakat. Sedangkan lurah lebih banyak menjalankan perintah dari atas, sehingga ruang geraknya lebih terbatas.

Contoh nyata bisa dilihat di desa-desa di Banyumas yang punya program pembangunan jalan berdasarkan musyawarah desa, dibandingkan kelurahan di kota-kota besar yang kebijakan programnya banyak ditentukan pemerintah kota.

3. Sistem Pemerintahan

Desa memiliki otonomi yang sangat kuat. Mereka punya hak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjelaskan bahwa desa dapat membuat peraturan desa, menyusun APBDes, dan mengelola potensi wilayahnya sendiri.

Sebagai contoh, Desa Ponggok di Klaten sukses membangun usaha wisata air yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dana dari hasil wisata ini digunakan untuk membangun infrastruktur dan kesejahteraan warga desa.

Sementara itu, kelurahan tidak memiliki otonomi seperti desa. Kelurahan adalah perangkat daerah yang melaksanakan kegiatan pemerintahan yang sudah ditentukan oleh kecamatan. Semua kebijakan harus mengikuti aturan dari tingkat atas, dan kelurahan tidak punya BUMDes atau anggaran mandiri.

Kelurahan seperti “perpanjangan tangan” pemerintah kota/kabupaten. Fungsi utamanya adalah pelayanan administrasi seperti mengurus KTP, surat domisili, dan surat pengantar lainnya. Kelurahan nggak bisa seenaknya bikin peraturan sendiri tanpa persetujuan dari atas.

Dari sini kita bisa melihat betapa desa lebih leluasa dan kreatif dalam membangun wilayahnya dibandingkan kelurahan yang lebih administratif.

4. Gaji dan Tunjangan

Dari sisi penghasilan, kepala desa dan perangkat desa mendapatkan gaji dari hasil pengelolaan tanah desa, seperti tanah bengkok. Beberapa desa juga memberikan insentif dari dana desa atau pendapatan asli desa.

Misalnya, di beberapa wilayah Jawa Tengah, kepala desa mendapat bagian hasil sewa lahan sawah desa yang bisa bernilai jutaan rupiah setiap tahunnya. Gaji ini bisa bertambah jika desa punya potensi wisata atau sumber daya alam yang dikelola dengan baik.

Lurah, di sisi lain, adalah PNS yang menerima gaji tetap dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Gajinya mengikuti standar PNS golongan III atau IV, tergantung pengalaman dan masa kerja. Lurah juga bisa menerima tunjangan tambahan seperti tunjangan jabatan atau transportasi.

Kalau soal kepastian, lurah lebih stabil karena masuk sistem birokrasi. Tapi kepala desa bisa saja lebih makmur kalau desanya produktif dan mandiri secara ekonomi.

Namun perlu dicatat, besaran penghasilan bukan segalanya. Banyak kepala desa yang harus turun langsung menangani konflik lahan, pembangunan jalan, atau proyek sanitasi, sementara lurah fokus pada manajemen layanan publik dan pelaporan administratif.