Apakah Kotoran Cicak Najis dalam Islam?
Pernah nggak sih kamu lagi duduk santai di rumah, tiba-tiba ngeliat kotoran cicak di meja atau karpet? Atau mungkin di masjid, pas lagi sujud, eh, ada titik hitam kecil yang bikin kamu mikir, “Ini najis nggak, ya?” Apakah kotoran cicak najis dalam Islam? Pertanyaan ini sering banget bikin orang bingung, soalnya cicak ada di mana-mana, dari rumah sampe tempat ibadah.
Di artikel ini, kita bakal kupas tuntas soal hukum kotoran cicak menurut Islam, pandangan para ulama, dan apa sih yang masyarakat pikirin tentang ini. Dengan bahasa yang gampang dimengerti, kita juga akan bahas cara menyucikan kotoran cicak dan kenapa topik ini selalu jadi perbincangan seru. Yuk, simak biar nggak penasaran lagi!
Apa Itu Najis dalam Islam?
Sebelum kita ngobrolin soal apakah kotoran cicak najis dalam Islam, kita kenalan dulu sama istilah najis. Najis itu kotoran yang harus dibersihin sebelum ibadah, kayak salat, supaya ibadah kita sah. Menurut buku *Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari* karya Dr. Muh. Hambali, najis dibagi jadi tiga jenis berdasarkan tingkatannya: mukhaffafah, mutawassithah, dan mughallazhah.
Najis mukhaffafah adalah najis ringan, misalnya air kencing bayi laki-laki di bawah dua tahun yang cuma makan ASI. Cara bersihinnya gampang, cukup percikkan air di tempat yang kena najis. Kalau bayi perempuan, harus dicuci bersih, soalnya najisnya beda sedikit.
Najis mutawassithah adalah najis sedang, kayak kotoran manusia, darah, atau bangkai hewan. Najis ini ada dua macam: *‘ainiyah* (yang kelihatan wujudnya, seperti kotoran yang masih basah) dan *hukmiyah* (yang nggak kelihatan, kayak bekas kencing yang udah kering). Cara bersihinnya tergantung jenisnya, tapi biasanya cukup dicuci sampe bau, warna, dan rasanya hilang.
Najis mughallazhah adalah yang paling berat, kayak air liur anjing atau babi. Untuk bersihin, harus dibasuh tujuh kali dengan air, dan sekali di antaranya pake tanah bersih. Nah, sekarang kita tahu jenis-jenis najis, mari kita ke topik utama: kotoran cicak!
Apakah Kotoran Cicak Najis dalam Islam? Pandangan Ulama
Soal kotoran cicak, para ulama ternyata nggak sepakat. Ada dua pendapat besar yang sering dibahas. Pertama, menurut mazhab Syafii, kotoran cicak nggak dianggap najis karena cicak dianggap hewan yang nggak punya darah mengalir. Kalau darahnya nggak mengalir, bangkai dan kotorannya dianggap suci, kayak kotoran lalat atau semute, menurut ulama seperti Imam An-Nawawi dalam *Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab*.
Tapi, pendapat kedua, yang dipegang sebagian besar ulama (jumhur), bilang cicak itu punya darah mengalir, jadi kotorannya najis. Imam Ahmad, misalnya, bilang cicak punya sistem peredaran darah tertutup, sama kayak hewan lain yang kotorannya dianggap najis. Pendapat ini diperkuat fakta ilmiah dari *Encyclopedia Britannica* bahwa cicak punya jantung dan darah yang mengalir. Jadi, kotoran cicak masuk kategori najis mutawassithah *‘ainiyah* kalau masih kelihatan wujudnya.
Nah, ada juga pandangan menarik dari Buya Yahya, ulama dari Pondok Pesantren Al-Bahjah. Beliau bilang, kotoran cicak bisa dianggap *ma’fu* (dimaafkan) kalau memenuhi tiga syarat: kotorannya kering, nggak sengaja kena, dan susah banget dihindarin (*umulul balwa*). Misalnya, kotoran cicak di karpet masjid yang kecil-kecil dan susah dibersihin, ini bisa dimaafkan, jadi nggak bikin salat batal. Tapi, kalau kotorannya basah dan kelihatan, sebaiknya dibersihin dulu.
Jadi, mana yang bener? Tergantung mazhab dan situasi. Kalau kamu ikut mazhab Syafii, kotoran cicak mungkin nggak masalah. Tapi, kalau mau aman, ikut pendapat jumhur ulama dan bersihin aja, apalagi kalau kotorannya masih basah.
Cara Membersihkan Kotoran Cicak
Kalau kotoran cicak dianggap najis, gimana cara bersihinnya? Tenang, nggak ribet kok! Menurut buku *Kitab Fikih Sehari-hari* karya AR Shohibul Ulum, kalau kotoran cicak kelihatan wujudnya (najis *‘ainiyah*), kamu harus cuci sampe bau, warna, dan rasanya hilang. Caranya, singkirkan dulu kotorannya pake tisu atau kain, terus basuh pake air bersih.
Kalau kotorannya udah kering (najis *hukmiyah*), cukup alirkan air di tempat yang kena kotoran. Misalnya, kalau kotoran cicak jatuh di baju, kamu bisa buang kotorannya dulu, lalu cuci bajunya pake sabun sampe bersih. Kalau kena karpet, sapu dulu, terus pel pake air bersih.
Contohnya, temenku pernah panik karena kotoran cicak jatuh di sajadah pas lagi salat. Dia buru-buru buang kotorannya yang kering pake tisu, lalu lanjutin salatnya. Menurut Buya Yahya, ini sah-sah aja, soalnya kotoran kering termasuk *ma’fu* kalau susah dihindarin. Tapi, kalau kotorannya basah dan kena kulit, sebaiknya batalin salat dan bersihin dulu, soalnya najis basah nggak dimaafkan.
Penting diinget, Islam ngajarin kita buat jaga kebersihan, tapi juga nggak boleh sampe *was-was* (berlebihan). Jadi, bersihin kotoran cicak secukupnya aja, nggak perlu panik berlebihan.
Pandangan Masyarakat Terkini
Di masyarakat, kotoran cicak sering bikin orang bingung, apalagi karena cicak ada di mana-mana. Banyak yang ngerasa jijik, apalagi kalau kotorannya jatuh di pakaian atau makanan. Di media sosial, seperti di postingan X, ada yang bilang kotoran cicak di masjid nggak bikin salat batal kalau susah dihindarin, karena termasuk *umulul balwa* (keadaan yang umum dan sulit dielakkan).
Di sisi lain, beberapa orang masih percaya mitos, kayak kejatuhan cicak bawa sial. Padahal, dalam Islam, ini nggak ada dasarnya. Rasulullah SAW malah ngajarin kita buat jaga kebersihan dan nggak percaya tahayul. Misalnya, ada tetanggaku yang buru-buru ganti baju kalau kena kotoran cicak, karena takut ibadahnya nggak sah. Setelah dikasih tahu soal pandangan ulama, dia jadi lebih tenang dan cuma bersihin pake air.
Masyarakat modern juga mulai aware soal kebersihan. Banyak yang rutin nyapu atau ngepel rumah buat hindarin kotoran cicak, apalagi di tempat ibadah. Jadi, meskipun ada perbedaan pendapat, kebanyakan orang setuju kalau jaga kebersihan itu penting, tapi nggak perlu sampe stres mikirin najis.