Apakah Orang Islam Boleh Menyanyikan Lagu Natal Menurut Islam?

Apakah orang Islam boleh menyanyikan lagu Natal menurut Islam? Simak 5 fakta penting berdasarkan Alquran, hadits, dan pandangan ulama untuk memahami hukumnya dengan jelas.

Tiap tanggal 25 Desember, umat Kristen di seluruh dunia, termasuk Indonesia, merayakan Natal dengan penuh suka cita. Salah satu tradisi yang bikin suasana makin hangat adalah nyanyian lagu-lagu Natal, seperti “Selamat Hari Natal” atau “Malam Kudus”. Tapi, pernah nggak sih kamu bertanya, apakah orang Islam boleh menyanyikan lagu Natal menurut Islam? Soalnya, lagu-lagu ini sering banget terngiang di kepala, bahkan buat umat Muslim sekalipun!

Topik ini sering bikin orang bingung karena ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Tapi, tenang aja! Artikel ini bakal jelasin hukumnya dengan bahasa yang asyik dan mudah dipahami, berdasarkan Alquran, hadits, dan pandangan ulama. Yuk, kita kupas tuntas biar nggak ada keraguan lagi!

Islam ngajarin kita buat jaga akidah sambil tetap hormatin orang lain. Jadi, penting banget buat tahu batasan-batasan dalam menyanyikan lagu Natal supaya kita tetep berada di jalur syariat. Simak penjelasan berikut, ya!

Apa Itu Lagu Natal dan Kenapa Jadi Perdebatan?

Lagu Natal adalah nyanyian yang biasanya dipake umat Kristen buat merayakan kelahiran Nabi Isa AS, yang mereka anggap sebagai Yesus Kristus. Contohnya, lagu kayak “Hark! The Herald Angels Sing” atau “Jingle Bells” sering menggema di mal, gereja, bahkan di radio. Lagu-lagu ini punya lirik yang kadang berisi pujian kepada Tuhan menurut ajaran Kristen atau sekadar nuansa perayaan Natal yang ceria.

Nah, kenapa sih ini jadi perdebatan? Soalnya, sebagian lagu Natal punya lirik yang terkait sama keyakinan teologi Kristen, kayak pengakuan bahwa Yesus adalah anak Tuhan, yang bertentangan sama akidah Islam. Meski ada juga lagu yang sekuler, kayak “Jingle Bells”, tetep aja ada kekhawatiran soal syubhat, alias hal-hal yang bisa bikin bingung atau mengarah ke yang haram.

Misalnya, di sebuah sekolah, Rina, seorang Muslim, ikut paduan suara yang nyanyi lagu Natal buat acara sekolah. Dia cuma ikut-ikutan karena nggak mau dikira nggak toleran. Tapi, di hati kecilnya, dia bertanya-tanya, “Apa ini boleh menurut Islam?” Nah, pertanyaan kayak gini yang bikin kita perlu dalil jelas.

Islam ngajarin kita buat jaga akidah, tapi juga dorong toleransi. Surat Al-Baqarah ayat 256 bilang, “Nggak ada paksaan dalam agama” (QS. Al-Baqarah: 256). Jadi, kita boleh hidup damai sama pemeluk agama lain, tapi harus hati-hati soal akidah.

Apakah Orang Islam Boleh Menyanyikan Lagu Natal Menurut Islam?

Jadi, apakah orang Islam boleh menyanyikan lagu Natal menurut Islam? Jawabannya nggak sederhana, tapi mayoritas ulama bilang sebaiknya dihindari. Kenapa? Karena lagu Natal, terutama yang berisi pujian kepada Yesus sebagai Tuhan, bisa bikin syubhat atau bahkan dianggap mendukung keyakinan yang nggak sesuai sama tauhid.

Habib Hasan bin Ismail Al-Muhdor, dalam ceramahnya di YouTube Ahbaabul Musthofa, bilang kalau nyanyi lagu Natal secara spontan tanpa mengimani ajaran Kristen nggak bikin murtad. Tapi, ini tetep masuk kategori syubhat, yang artinya bisa mengarah ke sesuatu yang haram. Kalau seseorang nyanyi lagu Natal sambil mengimani ketuhanan Yesus dengan penuh penghayatan, nah, itu bisa bikin dia murtad karena bertentangan sama prinsip “La ilaha illallah” (Tiada Tuhan selain Allah).

Contohnya, kalau Budi, seorang Muslim, nyanyi “O Holy Night” di acara kantor cuma buat seru-seruan tanpa paham artinya, dia nggak otomatis murtad. Tapi, ulama menyarankan buat hindarin ini biar nggak bikin bingung soal akidah. Apalagi, hadits dari Rasulullah SAW bilang, “Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Abu Daud).

Jadi, meski nggak langsung haram, lebih baik cari aman dengan nggak nyanyi lagu yang berpotensi ngerusak akidah. Islam ngajarin kita buat jaga iman sambil tetap hormat sama orang lain.

Dalil Alquran dan Hadits tentang Menyanyikan Lagu Natal

Alquran nggak nyebutin secara spesifik soal lagu Natal, tapi ada ayat yang jadi pegangan ulama. Surat Al-Maidah ayat 72-73 bilang, orang yang yakin Tuhan lebih dari satu atau Isa adalah anak Tuhan dianggap kafir dan musyrik (QS. Al-Maidah: 72-73). Nyanyi lagu Natal yang berisi pujian ke Yesus sebagai Tuhan bisa dianggap mendukung keyakinan ini, jadi dilarang.

Hadits dari Ibnu Umar juga bilang, “Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Abu Daud). Makanya, ulama kayak Ibnu Taimiyah dan MUI (fatwa 1981) melarang umat Islam ikut perayaan Natal, termasuk nyanyi lagu yang terkait ritualnya, karena bisa bikin akidah goyah.

Tapi, ada juga ulama yang lebih fleksibel. Misalnya, Syaikh Yusuf al-Qaradawi bilang, kalau lagu Natal itu sekuler dan cuma bagian dari acara sosial, boleh aja dinyanyiin selama nggak bertentangan sama tauhid. Contohnya, nyanyi “Jingle Bells” di acara sekolah yang nggak ada unsur pemujaan.

Jadi, intinya, kalau lagunya nggak mengandung unsur syirik dan cuma buat interaksi sosial, sebagian ulama membolehkan. Tapi, mayoritas merekomendasikan buat hindari biar aman.

Hukum Musik dan Nyanyian dalam Islam

Sebelum bahas lagu Natal, kita lihat dulu hukum musik dan nyanyian dalam Islam. Menurut Imam al-Ghazali, nyanyian pada dasarnya boleh, asal nggak mengandung unsur kemaksiatan, kayak lirik yang memuji maksiat atau merangsang syahwat. Dia bilang, “Nyanyian itu seperti omongan: ada yang baik, ada yang buruk” (*Ihya’ Ulumuddin*).

Tapi, ada juga ulama yang bilang nyanyian haram, terutama kalau pakai alat musik tertentu yang identik sama kemaksiatan, kayak kecapi atau mandolin, menurut Imam Nawawi (*Raudhatut Thalibin*). Hadits dari Ibnu Mas’ud bilang, “Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati” (HR. Abu Daud), jadi dasar buat yang melarang.

Contohnya, di sebuah kampung, Ali suka dengerin lagu qasidah yang memuji Allah. Ini dianggap halal karena isinya positif. Tapi, kalau dia nyanyi lagu Natal yang memuji Yesus sebagai Tuhan, ini bisa bikin syubhat. Jadi, hukumnya tergantung isi lagu dan niat orang yang nyanyi.

Islam nggak melarang musik secara total. Misalnya, nabuh gendang di pernikahan dianggap sunnah oleh sebagian ulama. Jadi, selama lagunya nggak bertentangan sama akidah, boleh aja dinikmati.

Toleransi Tanpa Mengorbankan Akidah

Islam ngajarin kita buat toleran sama pemeluk agama lain. Surat Al-Mumtahanah ayat 8 bilang, Allah nggak melarang kita berbuat baik sama non-Muslim yang nggak memerangi kita (QS. Al-Mumtahanah: 8). Tapi, toleransi ini ada batasnya, yaitu nggak boleh nyampur soal akidah.

Contohnya, kalau tetangga Kristen ngasih kue Natal, kita boleh terima sebagai bentuk silaturahmi, tapi nggak perlu ikut nyanyi lagu Natal di gereja. Ustaz Adi Hidayat bilang, toleransi yang bener adalah biarin umat Kristen ibadah dengan tenang tanpa kita ganggu, bukan ikut-ikutan perayaan mereka.

Misalnya, di kantor, Sarah diminta ikut nyanyi lagu Natal buat acara tahunan. Dia bisa menolak dengan sopan, bilang, “Maaf, saya nggak bisa ikut karena keyakinan saya, tapi saya dukung acara ini sukses!” Ini cara nunjukin toleransi tanpa ngorbankan iman.

Jadi, kita bisa jaga hubungan baik sama tetangga atau temen beda agama, tapi tetep pegang teguh prinsip tauhid. Dengan cara ini, kita bisa hidup damai tanpa bikin akidah kita goyah.

Dhea Safitri Saya Dhea Safitri lahir di Surakarta, 24 November 1998. Pendidikan terakhir saya SMK jurusan tata busana. Saya seorang ibu rumah tangga yang memiliki 1 anak berusia 2 tahun.