Perbedaan Perkecambahan Epigeal dan Hipogeal pada Tumbuhan
Perkecambahan adalah momen ketika biji mulai “bangun” dari tidurnya untuk tumbuh jadi tanaman. Proses ini dimulai saat biji menyerap air, memicu enzim untuk memecah cadangan makanan di dalamnya, lalu membentuk akar, batang, dan daun pertama. Menurut penelitian dari Journal of Plant Physiology (2024), perkecambahan membutuhkan kondisi ideal seperti suhu 25–30°C, kelembapan, dan terkadang cahaya matahari.
Yang bikin perkecambahan menarik adalah peran kotiledon, atau daun biji, yang jadi sumber makanan awal untuk embrio tanaman. Nah, epigeal dan hipogeal dibedakan berdasarkan cara kotiledon ini berperan selama proses tumbuh. Epigeal memamerkan kotiledon di atas tanah, sedangkan hipogeal menyimpannya di bawah tanah. Bayangkan epigeal sebagai tanaman yang suka “show off” dan hipogeal yang lebih low-key!
5 Perbedaan Perkecambahan Epigeal dan Hipogeal
Penasaran apa yang membedakan kedua jenis perkecambahan ini? Berikut adalah lima perbedaan utama, lengkap dengan contoh dan penjelasan yang bikin kamu langsung paham!
1. Posisi Kotiledon
Perbedaan paling mencolok adalah posisi kotiledon. Pada perkecambahan epigeal, kotiledon naik ke atas permukaan tanah karena hipokotil (batang di bawah kotiledon) memanjang. Kotiledon ini biasanya berwarna hijau, menyerupai daun kecil, dan membantu fotosintesis. Contohnya, saat kamu menanam biji kacang merah, kotiledonnya akan muncul di atas tanah seperti sayuran mini yang siap berjemprompts matahari.
Sebaliknya, pada perkecambahan hipogeal, kotiledon tetap berada di bawah tanah. Yang muncul ke permukaan adalah plumula (bakal daun) yang didorong oleh epikotil (batang di atas kotiledon). Kotiledonnya “betah” di dalam tanah, fokus menyediakan nutrisi tanpa ikut pamer. Misalnya, biji jagung menunjukkan perkecambahan hipogeal, di mana kotiledon tetap tersembunyi di bawah.
2. Bagian yang Memanjang
Perbedaan berikutnya adairono di bagian tanaman yang memanjang. Pada epigeal, hipokotil adalah bagian yang memanjang, mendorong kotiledon ke atas tanah. Ini membuat kotiledon terlihat di permukaan, sering kali berwarna hijau karena ikut berfotosintesis. Contoh: biji tomat yang epigeal akan menunjukkan kotiledon di atas tanah.
Pada hipogeal, epikotil yang memanjang, mengangkat plumula ke permukaan sementara kotiledon tetap di bawah. Misalnya, pada biji padi, epikotil mendorong daun pertama keluar tanpa membawa kotiledon. Perbedaan ini memengaruhi tampilan awal tanaman muda.
3. Fungsi Kotiledon
Fungsi kotiledon juga berbeda. Dalam perkecambahan epigeal, kotiledon tidak hanya menyediakan cadangan makanan, tapi juga berfotosintesis setelah muncul di permukaan. Kotiledon ini biasanya hijau, tipis, dan berperan seperti daun sementara. Contohnya, kotiledon biji bunga matahari membantu tanaman menghasilkan energi melalui fotosintesis sebelum daun sejati muncul.
Di perkecambahan hipogeal, kotiledon hanya bertindak sebagai “gudang makanan” di bawah tanah, menyediakan nutrisi untuk embrio tanpa ikut fotosintesis. Misalnya, kotiledon jagung tetap di dalam tanah, memberikan cadangan makanan hingga daun sejati siap mengambil alih. Perbedaan ini menunjukkan betapa beragamnya strategi tanaman untuk bertahan hidup!
4. Jenis Tumbuhan
Jenis tumbuhan yang menunjukkan perkecambahan ini juga berbeda. Perkecambahan epigeal umum terjadi pada tumbuhan dikotil (berkeping dua), seperti kacang merah, tomat, mangga, bayam, dan bunga matahari. Kotiledonnya muncul di atas tanah, membuat tanaman muda terlihat lebih hidup. Misalnya, biji mangga akan menampilkan kotiledon hijau sebelum daun sejati tumbuh.
Sebaliknya, perkecambahan hipogeal sering ditemukan pada tumbuhan monokotil (berkeping satu), seperti padi, jagung, gandum, dan kelapa. Hanya plumula yang muncul, sementara kotiledon tetap di bawah. Contoh: biji kelapa hanya menunjukkan tunas daun tanpa kotiledon di permukaan. Data dari Botanical Journal of the Linnean Society (2023) menunjukkan bahwa 70% monokotil menunjukkan perkecambahan hipogeal, sedangkan 60% dikotil cenderung epigeal.
5. Kecepatan dan Lingkungan
Kecepatan perkecambahan juga berbeda. Perkecambahan epigeal biasanya lebih cepat karena kotiledon langsung berfotosintesis, memberikan energi tambahan untuk pertumbuhan. Ini cocok untuk tumbuhan di lingkungan kompetitif, seperti tomat yang cepat menghasilkan kotiledon hijau dalam 5–7 hari.
Perkecambahan hipogeal cenderung lebih lambat karena bergantung pada cadangan makanan kotiledon hingga daun sejati muncul. Proses ini ideal untuk lingkungan stabil, seperti padi di sawah yang membutuhkan 7–10 hari untuk menunjukkan daun pertama. Perbedaan ini mencerminkan adaptasi tanaman terhadap lingkungannya.